Friday, May 22, 2015

Kerlip Hati

Yun hanya menunduk, meredam gemuruh
Seharian, menanti sebuah sapa.
Hanya tegur darimu.
Tidak pula...kau kemana?
Yun bertanya, melepas egonya.
"Sehari tak menyapa, bukan berarti tak perduli." itu katamu.
Melemahkan asmara Yun.
"Kadang kita butuh sendiri."lanjutmu.

Yun meneguk ludahnya.
Tersekat tak mau berdebat.
Yun, makin tak mengerti.
Mengapa, kau susah,  hanya menyapa.
Mungkin, ia tak perduli.
mungkin, ia memang...
Yun tak melanjutkan, berbagai tanya di benaknya...
Jika, cinta melanda.

Semestinya, selalu ada waktu.
Menyapa sebentar saja.
Mungkin, ia tidak rindu.
mungkin, ia memang...
Yun tak melanjutkan, berbagai tanya
menyerbu benaknya.

Baik, batin Yun.
Detik ini, aku tak akan menyapamu.
aku belajar, menahan rinduku.
Namun,
tak taukah, Kau.
Kau meredupkan kerlip hatiku.
sejatinya, kau tiup , membara.
nyatanya...Kau tak suka, kusapa.
Baik, batin Yun, mengusap genang di matanya.
Aku, tak lagi menyapamu.

Sampai kerlip ini redup.
mungkin juga mati.
Bukankah, kau yang mau.
Atau ini sebuah cara.
Untuk menjauh dariku.
Berbagai prasangka menghujam Yun.
Jika sampai waktunya.

Yun ikhlas.
Jika, kau buka milikku.
Kasih, kau akan kehilangan, wanita yang mencintaimu apa adanya.
kau, melepaskan kesempatan.
Tak mengapa.

Kini, Yun tak tau.
masihkah ada kerlip di hatinya.
Jika, sikapmu selalu begitu.
Nikmatilah pilihanmu.
Bukankah ini hidupmu, batin Yun.

Kerlip di hati Yun.
entah...apakah meredup dan mati
atau
bertahan menyalakan baranya.
Biar, Sang waktu yang menjawabnya.
Mengikuti jalan takdir Illahi.

Bogor, 22 Mei 2015

No comments:

Post a Comment