"Iyaaa..." jawabku keheranan, melihat bocah ini, hujan-hujan, naik sepeda cuman tanya soal kucing.
"Induknya mati. Kasihan ya bu Een," lanjut Ibrahim prihatin, wajahnya terlihat sedih dan badannya kuyup bermandi hujan.
Bocah itu mengayuh kencang sepeda, sebelum aku menjawab di tengah keheranan.
Ya Allah, cucu tetangga itu memang penyayang kucing. Rela-relanya kemari, hanya menegaskan berita yang hit di antara bocah, pasti cerita si Raja, nama cucu bu RT.
.
.
Diam sejenak, teringat kejadian awal bulan lalu.
Biasalah, kalau siang aku suka celingak celinguk ke taman kawasan RT 01.
Cari si Meggie, jantan yang suka sok menistakan diri.
Jantan berumur 8 tahun, baru aku mandikan. Setelah bulu-bulunya kering, udah ganteng lagi, ini kucing suka menghilang.
Alamat, pastii gulang-galing di tanah, kan kotor lagi. Sudah dikasih makan banyak, gendut, sukaa duduk minta makan ke orang-orang, sok jadi kucing duafa, kucing tak bertuan.
Si Meggie suka sekali nongkrong di Pos Ronda Taman RT01, sekedar godain betina cantik yang suka lewat di taman.
.
Bener dugaanku, si Meggie duduk manis dengan empat bocah laki-laki.
Ibrahim, Noval, Gastan (tiga cucu tetangga samping rumah) dan Raja, cucu bu RT.
"Ngapain kalian, hayoooo malah kumpul-kumpul, inikan ada Corona."
Serempak mereka cuman nyengir.
"Jual layangan, Bu." Jawab Ibrahim sambil menyodorkan sekotak layangan, berjejer rapi di dalam kardus beserta pintalan tali.
Aku memandang ke empat bocah yang kecil-kecil sudah berbisnis.
"Bu Een, beli dong layangannya.
Murahhhhhh, beli dua gratis satu. Satu cuman seribu. Tali ini cuman dua ribu."
Hah....tawaran yang aneh, jelas-jelas Bu Een nggak punya anak laki.
"Hayolah Bu Een, dikasih murahhhh." Sambung Ibrahim
.
Murah sih, buat siapa?
"Ya sudah, beli layangan, tali dua biji."
Ibrahim senyam-senyum
.
"Ini layangan buat cucu perempuan ibu. Biar belajar layangan," lanjutku, sebelum si Gastan bertanya: buat siapa?
Dua cucu perempuan dari ponakan, pasti kegirangan main layangan di musim angin ini.
Sambil menunggu layangan dipilih Ibrahim.
Raja, cucu Bu RT bercerita, kucing aula, beranak di rumah neneknya...Ada lima.
"Mau dikasih bu Een aja ah" tandasnya.
"Jangannnnnn, di rumah bu Een sudah banyak kucing, juga nenek Ibrahim nggak suka kucing. Nanti bu Een dijutekin lagi"
Ibrahim memonyongkan bibirnya mendengar keluhanku. Ke tiga bocah ini, sebenarnya pencinta kucing, sayangnya, tidak sealiran dengan Emaknya (panggilan untuk nenek).
Sebenarnya mereka bersedih atas sikap neneknya itu.
"Masa kucing bu Een yang kecil disuruh Emak, buang. Padahal itukan punya bu Een. Udah jelas-jelas pake kalung merah," potong si Gastan.
Emak memang kejam, pemarah lagi.
.
Ah, untung ke tiga cucunya menyimpan kelembutan luar biasa pada kawanan kucing di rumah, jadi aku sedikit lega, tidak akan terjadi apa-apa dengan kucingku kalo main ke sebelah.
"Bu Een, biar Raja antar ke rumah."
Idih....beli layangan, plus pasukan keamanan juga.
Raja sigap mengendong si Meggie dan Gastan mengiringinya sambil membawa layangan.
Aku pun berlenggang kangkung, sungguh, ini pengawalan ketat, mirip bawa duit semilyar aja.
---
"Nih, uangnya. Sisanya ambil buat jajan kalian."
"Seriusss ini, Bu Een
. Kan ibu cuman beli Rp 6.000,- " Gastan menerima uang Rp 15.000,- dengan heran.
"Kebanyakan..." ia memandangku.
"Terima aja buat beli es cream cincau...upah kalian,.karena sayang dengan kucing-kucing ibu."
Sontak ke dua bocah itu melebarkan senyum gembira.
.
Tergiang kembali, di antara deras hujan, ucapan Raja: Kucingnya buat bu Een aja.
.
Qodarullah.
Ucapan itu menjadi kenyataan.
Tiga bayi kucing lucu, kini dalam asuhanku.
Selalu ada cerita dibalik kejadian.
Selalu ada doa dari bocah, yang sangat yakin, bahwa kucing-kucing kecil itu, lebih aman tinggal di rumah bu Een
"Ucapan adalah doa."
Aku berdiri memandang punggung Ibrahim yang mengayuh sepedanya menembus hujan.
Hanya satu alasannya datang ke rumah; memastikan cerita si Raja, bahwa kucing-kucing sudah amannnnn.
.
Bogor, hujan lebat dengan dar der dor dasyatttt,
Hari ke 27, tiga bayi jantan; Thomas, Bobo Grey dan Dolly.
No comments:
Post a Comment