KAUM BANGSAT
Lampu jalan kuning temaram.
Awannya hitam langit keruh
Kota metropolitan masih bergeliat
Kota impian, selalu tersenyum sinis bagi siapa yang datang
tapi, disini! menjanjikan sebuah kebebasan.
Kota penuh dosa, hitam putih
abu-abu sebuah pembenaran.
Duduk sendiri, Bram resah
Nuraninya gelisah.
Kepul asap bermain di wajahnya.
Jari manis dan kelingking bermain pelan menjentikkan abu, gemulai.
Bertopeng dalam indahnya otot tubuh
baju ketat rapi, rambut klimis
Bram semakin gelisah.
Di usianya yang tak muda lagi.
Wajah ibunya melintas.
Kerudung penghias wajah tuanya
"Bram, kapan kamu nikah?"
"Bram, sampaiii kapannnn? ibu sudah tua!"
Ditariknya napasnya, selalu jejalan kalimat yang sama.
"Ingat umur, Bram! Kamu anakku semata wayang"
Itu lagi, itu lagi!
Bagaimana Bram mau bicara jujur.
Ia hanya ereksi dengan kelamin lelaki.
Bram memang tetap lelaki.
"Bu, aku ini gay"
Sama saja, aku membunuh mati ibuku.
Bisa-bisa jantungnya kacau.
Tidak mungkinnn!!!
Aku kaum bangsat! Bram memaki dirinya.
Melanggar kodrat suci agama
Tuhan pasti akan membenciku.
Orang sok suci akan menudingku
Apalagi, ibuku!!!
Pergulatan batin maha dasyat.
Ingin tobat, tapi tak bisa.
Bagaimana ini?
Aku tau, masa depanku hampa.
tanpa pernikahan
tanpa keturunan
sebatang kara, menua dan mati!
Bram meremas wajahnya
Ampun, ya Allah.
***
Bogor, 16 Maret 2013
No comments:
Post a Comment