Tuesday, June 5, 2018

Sehari bersama KARISKA , Baksos Ramadan 1439 H di Klender

Kemarin, saya berkunjung ke perkampungan Kapitan di Klender  Jakarta.
Menyelusuri jalan kecil diantara rumah petak, saling berdempetan, hunian padat penduduk, dengan berbagai aktifitas di lakukan.
Baru kali ini, saya melihat denyut kehidupan yang tak pernah saya ketahui.
Masya Allah, dengan melihat kebawah, maka semakin bersyukur atas nikmat kehidupan keluarga saya, tak kaya tak pula miskin, hidup sederhana.
Bulan penuh berkah, Ramadan 1439H, alhamduliah, saya  diberikan kesempatan dan kesehatan, saya diajak sahabat baik,  Mbak Mutiah Ohorella mengikuti kegiatan Baksos Ramadan 1439 Hijriah Keluarga Alumni Remaja Islam Sunda Kelapa (KARISKA) bersama anak yatim dan kaum Dhuafa di Masjid At Taubah, Klender.
.\
Bangunan  masjid  At Taubah berlantai dua,  besar, memiliki lapangan sepak bola yang luas. Pemandangan yang jarang ditemui di Jakarta, masjid berada di pemukinan penduduk yang padat, masih menyisakan tanah untuk ruang publik.
Keriangan wajah anak yatim dan kaum dhuafa dalam lomba mewarnai. Goretan pastel,  memenuhi gambar dengan kreatifitas sendiri. 
Senang mendapat pensil warna pastel pemberian panitia, buku jus Amma dan sekantong camilan untuk berbuka.
Ada pula lomba membaca surat pendek Al Quran, berderet duduk di pinggir ruangan, komat-kamit menghafal juz Amma sebelum pertandingan, ada hadiah tas, botol, minuman dan celengan untuk juara 1,2 dan juara 3.
Demikian pula ibu-ibu, antusias  membentuk kelompok, Dahlia, Anggrek, Ros, Melati dan Kenangga,  lomba cerdas cermat tentang pengetahuan dasar Agama Islam.
Saya membakar semangat mereka, dengan bersama beteriak takbir, Allahu Akbar.
Selanjutnya, Baksos Ramadan, berpindah tempat sebelum sholat Dzuhur,  acara bagi paket sembako di rumah orang tua, keluarga Ohorella di Perumahan Guru no 13 Klender.
Dengan sabar mengantri untuk menerima paket sembako terdiri dari beras, minyak goreng dan cookies.
Tak henti-henti, mereka mengucapkan alhamdulillah, sembako ini sangat berarti di bulan Ramadan ini.

Selesai pembagian sembako, kami beranjak ke perkampung di belakang rumah, untuk menyalurkan dua bingkisan dari amal dari Fisip UI, berupa sarung, mukenah dan sandal, di dua mushola yang berada di pemukiman padat penduduk.

Dia bernama Tompel, ada tanda lahir merah besar di dahinya. Karena agak ingatan lemah sejak kecil, namun bisa berkomunikasi dengan baik maka kakinya diikat. Bukan karena tak sayang, ibunya melakukan hal tersebut karena Tompel suka melarikan diri.
Pernah menghilang selama 6 bulan, untung, di temukan di perempatam lampu merah. Tompel.dipelihara ibu yang mau menampungnya.
Ketika ditemukan tetangganya, Tompel tau betul namanya dan ibunya.
Selama menghilang itu, Tompel tak tau jalan pulang, tersesat, di kantong kresek tersimpan uang Rp 600.000,- pemberian orang yang kasihan dengannya.

Sejak saat itu  kaki kiri Tompel diikat  dengan bahan lembut dan kuat dari ban sepeda, tidak dirantai/pasung.
Yang lucu, boneka kesayangan Tompel diikat dua kakinya dengan tali rapia
Siapa yang melakukannya.
Tompel menunjuk dirinya,ternyata, dia punya perasaan, yang dia tak tau, kenapa dia diikat, dan bonekanyapun diikat kakinya seperti dirinya, kasihan, tapi itu yang terbaik bago Tompel daripada hilang lagi.
.
Di dekat Masjid At Taubah, saya bersengaja bertamu, niat lama ingin bertemu Bapaknya mbak Mutiah, alhamdullilah hari ini biasa bertemu.

Sosok lelaki berusia 95 tahun itu, KH. Muntholib. Haru terasa, saya langsung ingat almarhum bapak. Berpeci haji putih, bersarung dan memakai kaos putih.
Di usianya sepuh, daya ingat beliau masih bagus. Sebagai mantan guru agama dan mubaliq, tentulah dalam kehidupan keseharian tak lepas dari ayat-ayat Al Quran.
Senang rasanya mendengar beliau bercerita tentang perjuangan di masa muda. Tersenyum mendengarkan beliau menyanyikan lagu Jepang. Dulu waktu masih muda di Ambon, beliau penyanyi dengan rentang vokal 2 oktaf.
Dari  menyanyi di kelompok Nippon inilah, beliau mengawali perjuangan hidup di Jakarta tahun 1958.
Jakarta masih sepiiii, katanya, saya suka jalan kaki, dan naik sepeda, pantaslah kesehatan beliau masih prima.
Satu yang tak saya lupa hingga kini, kalimat beliau, menyikapi ramainya persaingan dan intrik politik disikapi dengan bijak.
Mereka membuat rekayasa, namun rekayasa/Makar Allah SWT yang terbaik  Percayalah, Allah SWT sajalah sebaik-baiknya pembalas tipu daya mereka,

Sore menjelang, saya berisitirahat sebelum di rumah Mbak Mutiah.
Keluarga Ohorella, sungguh besar keperdulian kepada kaum dhuafa, warga di belakang rumah. Ini dibuktikan dengan memberikan pelatihan membuat keset dari limpah kaos.
Ibu-ibu menjadi mitra usaha setelah mahir membuat keset. Mereka mengambil bahan kaos secara gratis, setelah jadi keset kembali disetor  sambil ditimbamg dan dinamai keset-keset cantik itu.
Keset cantik, foto: Mutiah Ohorella

Perpaduan gradasi warna keset-keset ini sungguh cantik. Persatuan dihargai Rp. 35.000. Ukuran bisa dipesan sesuai keinginan pelanggan, pasti harganya beda juga ya.
Tak bisa saya bayang, tadinya waktu terbuang sia-sia, kini, ibu-ibu kaum dhuafa biaa memanfaatkan waktu, memiliki ketrampilan yang menghasilkan uang.
.
Sadarlah saya, hidup bukan sekedar mencari duniawi, tapi harus dikejar bekal alhirat, berbagi ilmu, menyebarkan kebaikan, semoga Allah mencatat sebagai amal baik di sisiNya.
.
Hari ini, banyak yang saya pelajari, melihat kehidupan, dan bertemu orang baik, Masya Allah.
Sungguh Allah telah memberika  kesempatan, kesehatan serta mengetuk hati saya untuk meluangakan waktu bersama mereka, KARISKA
Kawan baru sesama Muslim.
Semoga saya bisa bergabung kembali dalam kegiatan sosial
Salam.
Foto: Dokumentasi Kariska

















.

2 comments:

  1. Mbak Een yang baik. Ini suprise banget. Bikin saya terharu :((( Terimakasih banyak sudah berkenan hadir dan mengabadikannya pula! Minta izin untuk share ke media KARISKA , ya Mbak.
    Jazakillahu khairaan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih. sdh berkenan mengajak dlm kegiatan mbak oti.

      silahkan dishare mbak

      Delete