Friday, September 15, 2017

Arti kehilangan sesungguhnya


Sore sedikit mendung, aku dan Mama berdiri diteras rumah mengantar saudara untuk pulang ke kota masing-masing, 10 hari setelah lebaran.
"En, jangan pulang dulu ya."
Aku tak menjawab,memandang wajah mamaku yang mulai menua.
Memang dari awal aku berniat, pulangnya akhir bulan Juli, sudah biasa,  aku selalu pulang terakhir. Lagian saudara yang lain, anak-anaknya akan kembali bersekolah di hari Senin.




Dari dulu,  selalu nggak tega melihat Mama tiba- tiba ditinggal anaknya semua, pasti langsung sepi, makanya aku selalu pulang terakhir. Sekali lagi, nggak tega, padahal urusanku juga banyak di Bogor.

Birull walidain
Itulah alasan ku setiap tinggal lama di kampung, kadang sampai 20 hari bersama Mama. Hanya satu yang menguatkanku untuk melakukan ini semua, berbakti pada orang tua. Apalagi tinggal satu, Mama seorang, berbakti yang tak bisa ditunda, sekarang! kapan lagi.
Untunglah anakku sangat memaklumi setiap ku tinggal sendirian di Bogor. Semoga kelak, jika aku sudah tak berdaya lagi, sakit-sakitan, anak gadisku itu memperlakukanku dengan baik.
Memberikannya contoh secara langsung dengan apa yang ku lakukan sekarang.

Duduklah aku berdua Mama di kursi teras depan sambil melihat sinar merah tembaga mentari yang terbenam.
Tertawa bersama melihat kucing yang berlari lincah masuk rumah. Rumah besar berkamar lima hanya dihuni Mama dan Megumi kucing kesayangannya.

Senin, 10 Juli 2017
Rutinitas biasa, memasak sarapan Mama tepat jam 07.00 pagi. Membuatkan susu dan kue kesukaannya. Menyajikan makanan untuk mama, harus indah dan berseni. Nasi atau mie dicetak bulat, lalu ditaruh di piring ceper, lauk pauk disusun mengelilingi piring.
Piring  ditaruh di atas nampan bulat.
"Semua harus berseni, supaya yang makan semakin berselera,"pesan Mama.
Yang nggak biasa, pasti terasa ribet,mau makan.aja harus pakai hiasan.

Pagi hari setelah mandi, biasanya Mama sudah berdandan, pagi ini, tidak. Mama tampak lesu, tetap memaksa menikmati sarapan ditemani Iis, penjaga air isi ulang.
Senin itu aku sibuk, membersihkan kamar-kamar besar yang ditinggalkan begitu saja oleh penghuninya. 

"En, gantiin sprei, bedcover Mama ya."
Dengan semangat sampe lupa mandi, kamar Mama laku bersihkan semua, menyedot debu, menganti sprei, menyikat wc...harum dan bersih sekali. Pakaian dan jilbab disusun rapi di lemari, saya tabur butiran kapur barus, banyakkkk sekali.

Sore hari pukul.17.00, dengan  terburu-buru pergi ke toko swalayan di depan jalan untuk membeli bahan makanan untuk sarapan esok hari.
Memacu motor yang bunyinya nggak karu-karuan, sambil memandang hamparam sawah saya mengingat pesan mama.
Sarapan spaggeti.
Siang, seblak atau roti (tiba-tiba banyakkk maunya, turuti saja)

Seusai magrib, menemani mama nonton siaran dandung di TV.
Megumi minta dipangku Mama sampai kucing jantan itu tertidur pulas.
"En, nanti Megumi divaksin ya." Dielusnya kucing kesayangan itu.
"Megumi, apapun yang terjadi, nanti Gumi ikut aku ya."
Kenapa aku berkata begitu ya.

Aneh.

Malam itu, kenapa aku takut melihat cermin di dinding kamar, sampai aku tutup pakai sejadah. Satu pakunya lepas, hingga cerminnya jadi miring letaknya.
Entah kenapa aku takut beberapa hari ini.

Kemarin Mama cerita, ada yang mengetuk di balik jendela kamarnya di malam hari.
Siapa yang mengetuk malam-malam? Nggak mungkinlah, kamar Mama dikelilingi kolam ikan...ah! Mungkin itu perasaan Mama saja.

Selasa, 11 Juli 2017
Tepat pukul tujuh, spaggeti sudah siap santap. Baru beberapa suap, eh Mama nggak mau makan. Pahit, katanya.
Sebenarnya, sedikit kecewa, tetap aku paksakan memasak lagi dengan menu, orak arik ayam dan telur. Alhamdulillah, Mama mau makan. Maklum, orang tua, selalu ada saja yang salah. Untuk menghindari berubahan wajahku dihl hadapannya, biasanya suka langsung ke dapur, sengaja ku lakukan agar  tak menampakkan wajah kecewaku, kalo makanan yang dimasak nggak cocok dengan Mama.

Siang hari Mama makan dengan menu yang di kirim dari warung langganannya, lumayan habis, bahkan Mama lama mengobrol dengan kakak ipar ke dua. Mama tampak seperti biasa. 
Sambil mengunyah makan siang Mama bilang, kalo tua nggak mau negrepotin anak-anak, kalau sakit nggak usah lama.

Deg! hatiku, mama kok ngomong begitu. Berulang kali aku tegaskan, nanti Mama ikut Een. Sekarangpun Een ikhlas merawat Mama.
Mama harus sehat, panjang umur.
"Mama kan sudah 70 tahun, 12 Juni kemarin" ujar Mama.
"Salah Maaa, sekarang 69 tahun, tahun depan 70 tahun" jawabku, Mama selalu salah tentang umurnya.
" Mama sudah bilang ke orang-orang 70 tahun. Eh, apa sampai ya umur Mama 70 tahun...Tahun depan."

Mama kok ngomong begitu?

***

Malam sehabis Magrib, Mama duduk.di kursi depan televisi. Aku sibuk di dapur belakang, Mama marah jangan masak di dapur belakang, cukup di dapur tengah.

"En, masakin udang goreng tepung kaya Deden."

Adikku itu, jago masak, makanya Mama pengen makan udang. Sebelum ke dapur, Mama mencontohkan cara masak udang yang enak. Lagi-lagi, Mama makan sedikit, padahal aku sudah berusaha melakukan yang terbaik
"Mungkin, lidah Mama pahit..." 
Mama cuman terdiam, beranjak ke kamarnya dengan kecewa. Beberapa menit Mama, terdengar Mama mual. Langsung aku memeriksa, mungkin, maag Mama kambuh.

"Rasanya kaya ditonjok dada ini," keluh Mama.

Badan Mama dingin sekali dan mengeluarkan banyak keringat. Karena Mama penyandang diabetes, gejala seperti itu menandakan gula darah sedang drop. Pertolongan pertama menghadapi situasi itu, langsung badan dibalur kayu putih, mengantikan baju yang basah keringat, memberikan teh manis.
Untuk memberi kenyamanan, ku pijat punggungnya supaya agak lega.

"En, kenapa Mama sesak nafas?" keluhnya lagi, ini nggak pernah terjadi sebelumnya, ada suara di tenggorokan seperti Asma. Mama nggak punya riwayat penyakit asma.

"Ma, kita kerumah sakit aja ya." 

Mengeleng keras.
Mama malah mengeluh mau kencing tapi lemas, langsung aku  taruh baskom di bawah kakinya. Kusuruh Mama berdiri, kencingin aja, nanti Een bersihkan. Mama menuruti, bahkan diam, saatku cebokin.
Terlihat wajahnya semakin pucat, tabung oksigen saya putar, hampir 3 tahun nggak pernah dipakai. Habis.
Di rumah aku panik sendiri, langsungku telpon cucu ponakan untuk datang kerumah. Kebetulan ada persiapan.menjelang hajatan khitanan anaknya di depan rumah. Sambil memegang Mama, aku memaksanya membawa ke puskesmas terdekat, karena nggak mau dibawa ke rumah sakit.

Jam 11 malam, di UGD Puskesmas Dukupuntang.
Mama mendapat pertolongan dengan mempergunakan oksigen. 30 menit kemudian aku sedikit lega, Mama kembali normal. Atas saran perawat (nggak ada dokter jaga) mama disarankan dirujuk ke rumah sakit, karena takutnya asma atau jantung. Lagi-lagi Mama merasa sehat, dan memang wajah kembali normal. Kamipun pulang kembali di rumah. Mama nggak bisa tidur terlentang, sesak katanya. Sata dudukan di kursi, kakinya saya ganjal beberapa bantal agar lurus.
Satu malam itu terlewati walau aku harus tidur ayam, banyak nggak tidurnya.

Rabu, 12 Juli 2017
Setelah mendaftar di dokter keluarga, saya ditemani sepupu Yogi, berangkat ke kota membeli isi oksigen yang tabungnya besar. Baru juga sampai, sudah di telepon, segera pulang kembali .

Naik mobil dengan hati resah. Benar.
Mama pucat sekali, dengan mobil pick up yang ada, kami berangkat ke klinik. Gula darah Mama tinggi sekitar 350. Disarankan besok periksa darah dengan puasa. Sedikit lega setelah ke dokter, walau suara..ngikkk masih terdengar.
Tapi...situasi baik.itu cuman sebentar.
Mama di Ruang UGD

Menjelang Isya, Mama semakin sesak dan pucat. Langsung kubawa ke Klinik Jantung Medika di Palimanan. Sepanjang jalan, ku sumpal hidungnya dengan inhaler agar sedikit lega.

Di ruang UGD Mama mendapat pertolongan dan agak tenang. Sementar itu,.aku mengurus adminstrasi di kantor terdepan Klinik kurang lebih 5 menitlah jaraknya. 

Mama masuk BPJS ruangan golongan I, aku minta VIP saja, baru saja menanda tangani surat persetujuan, dari telpon diinfokan, Mama harus masuk ICU.
Ya Allah, kuatkanlah hamba.
Ku tandatanggani lembaran persetujuan dengan gemeter. 
Selesai, langsung berlari ke ruang UGD.
Tekanan darah Mama naik hampir 200/100. Herannya setelah aku tunggu 5 menit, tekanan menurun mendekati normal.
Dokter Jaga menyarankan untuk menunggu sebentar sampai kondisi stabil. Umumnya, pasien yang masuk ICU semakin stress karena merasa asing dan sendiri.
Itu menurut pengalamanku, waktu alm. bapak bolak balik masuk ICU.
Alhamdullilah, keadaan Mama stabil, kembali ku tandatangani lembar persetujuan dari ICU ke ruang rawat inap,VVIP.
Apapun ruangannnya asal Mama sembuh, tak mengapa. Saking leganya,aku lupa meralat kabar kondisi Mama ke saudara yang lain. 

"Cepat pulang, Mama masuk ICU."
Sms itu tak pernah ku ubah, mereka panik semua membaca kabar itu. Sementara aku duduk di samping tempat tidur Mama, memperhatikan detak jantungnya.
Stabil tak bergelombang. Semoga Mama cepat sembuh
Pukul 02.00 dini hari, aku sedikit tertidur setelah dibangunkan adik ke 3 yang datang dari Jakarta.
Jam 4 pagi, baru kakak pertama datang dan si bungsu.

Kamis, 13 Juli 2017 
Sehari Mama di Klinik Jantung, keadaannya normal, direncanakan, sekitar jam 10 akan dilakukan check up dan ketemu dokter spesialis jantung dan Internis.
Karena tadi malam terburu-buru, nggak ada yang dibawa. Aku pamit ke Mama pulang ke kampung sebentar. Mengambil uang untuk deposit rumah sakit, baju dan lain-lain. 

"En, jangan lupa bawa alis, lipstik Mama yang warnanya pink tua. Jangan lupa, bawa gigi palsu."
"Mama kan sakit nggak perlu dandan," sahutku sambil menyuapi bubur sarapan paginya.
"Sakit, juga harus cantik," potongnya. 

Mama memang suka berdandan. Di usia 69 tahun, pipi dan kulit Mama masih kencang. Mama sangat rapi dan harum, selalu berdandan. Bahkan semua orang tau dengan bu Haji Hegar yang cantik. Gigi Mama yang tanggal cuman satu di bagian bawah saja, itupun harus pasang gigi palsu.
Mama memang harus dicontoh, selalu berpenampilan cantik. Bahkan sempat menegurku, yang ke klinik pake baju seadanya, harusnya cantik, itu yang selalu tergiang di telinga.

Siang setelah mengantar ke ruang Echocardiography, Mama sedikit gelisah, ingin keteternya dicabut, nyeri katanya. 
Dengan lembut ku rayu, kalo keteter dicabut,nanti malah repot turun naik ranjang ke kamar kecil.
Ada satu obat  yang memang memacu untuk buang air yang banyak.
Setelah asar, Mama mulai terlihat segar, bahkan mengobrol dengan tetangga yang tak sengaja melihat mama di klinik

"Besok saya juga udah pulang." katanya.
Sejak dua hari yang lalu, sebenarnya aku mulai agak goyang, keleyengan, kecapean.
Kakakku usul, malam ini aku.pulang aja, biar dia yang jaga, besok. baru aku, bisa bisa menjaga stamina. Yang sakit sehat, yang jaga juga sehat, itu pendapat kakakku.
Aku setuju. Sebelum pulang ke kampung kusempatkan menyuapi bubur dan bercerita yang lucu-lucu. Mama  tertawa tergelak, makan juga nggak dikunyah, langsun glek. Mama bersemangat untuk sembuh.

Jumat, 14 Juli 2017
"Ennnnn,bangun"
Pintu digedor kencang oleh adikku
Suaranya gugup," Cepatt ke rumah sakit."

Aku melompat menyambar jilbab.
Suara tanggisan kakakku di ujung telepon membuat kami gugup setengah mati.
Dering telpon ditengah perjalanan dari kaka ipar "Mamaaa sudah meninggal.." Langsung dunia terasa gelap.
Badan ini terasa kosong.

Innalillahi wa inna ilayhi rojiun.
Pecahlah tangis kakak beradik. rasanya mobil ini jalannya terasa lambat. "Maaamaaaaa..."
Pecahlah tanggisku.
Aku nggak punya.Mama lagi.

" Mamaaaa, nggak mungkin, malam tadi baik-baik aja. Nggak mungkin."

Bergegas aku memasuki ruangan VVIP rumah sakit jantung Medika.
Di ranjang itu, Mama terbujur kaku tertutup selimut biru.
Mama kena serangan jantung.
Lemas lututku.

Aku tak melihat tanda jantung selama ini, kukira.hanya gejala gula darahnya turun, mama.berkeringat, mengigil, deman dan ada sesak.
Ternyata itu gelaja jantung.
Ya Allah, Mama...

Berhambur aku memeluk Mamalm Mengoyang goyangkan badannya.
Runtuh rasanya dunia ini...tak percaya, orang paling ku kasihi pergi begitu cepat. Kenapa pergi setelah aku tidak berada disisi. Kenapaaa... Mamaaa pergi.
Kenapa.

Ya Allah...
Kematian telah memutuskan kebahagian dalam sekejap
Memutuskan segala nikmat
Ya Allah...
Ya Allah.
Aku kehabisan kata, melongo memandang jenasah Mama
Memeluknya sepanjang jalan di dalam ambulan.
Memeluk tubuhnya yang tak bergerak. 

Baru satu hari setengah, kenapaa begitu cepat. Mamaaaaa....
Suara sirene ambulan. Membangun warga di Cikalahang, semua tak percaya, ibu Hajjah Hegar meninggal, begitu cepat.

Kucium wajah Mama.luntuk terakhir kali.
Serta memandang sepuasnya, kelak aku tak.bisa melihatnya lagi, akan kusimpan dibenakku raut wajahmu
Wajah mama begitu cantik, bibirnya terkatup membentuk senyum. Putih bersih.
Mama, hanya tiga tahun berpisah dengan bapak, kini, Mama telah kembali berkumpul dengan pasangan jiwanya.
Mama dimakan berdampinga dengan alm. Bapak di pemakaman keluas Assalam.


Ya Allah, ampunilah segala dosanya, terangi kuburnya, terimalah iman islam dan aman ibadahnya.
Aku mengambil.segumpal tamah, dan menaruhnya di liang lahat.
Menabur kembang.
Ma...Een ikhlas
Een harus kuat.
Dulu Een kehilangan suami, Mama ada, dan kuat melalui.
Tiga tahun kita bersama melalui  saat Bapak tidak ada.
Kini...mama nggak ada.
Een harus kuat.
Ada Allah.
Sesungguhnya, inilah arti kehilangang yang sangat berat dalam.hidupku
Aku harus kuat
Harus, untuk mengirimkan doa untuk orang tuaku

Mama di makamkan di samping alm Bapak 


Jumat, 20 Syawal 1438H. 
14 Juli 2017

No comments:

Post a Comment