Monday, June 6, 2016

Perjalanan Neko Hameri, Kucing Ngempengku

Selamat jalan, kucing kecilku nan manis.
Baru bulan Ramadan 1437 H, aku sanggup menulis semua tentang kucing lucuku. Kucing kecil yang hobi ngempeng. Kucing kecil yang tak akan bisa aku lupakan sepanjang hidupku.
Hingga kini, sambil berlinang airmataku berusaha menulis kembali semua tentang kehadirannya.
Jika aku tau, kau akan pergi dengan cepat, isyarat yang kau berikan, tentu aku tak akan sedetikpun meninggalkanmu.

Neko Hameri.

17 Agustus 2015, Ds Cikalahang, Kabupaten Cirebon.

Kau, sayangku, terlalu kecil dibuang di depan rumah ibuku. Gemetar kedinginan berselimut embun. Sebuah hadiah dan anugrah. Kucing nan lucu.
Tepat di hari kemerdekaan RI: Neko Hameri. Klik 

September 2015
Bulan kedua. Aku berjanji, kemanapun aku pergi, kau akan kubawa bersama. Sejauh manapun. Mulailah perjalanan pulang Neko Hameri ke keluarga barumu, dari Cirebon menuju kota Bogor. Klik

Kau sebuah keajaiban bagiku. Anugrah.
Neko kecil bisa tetap tumbuh sehat, hobby ngedot dan ngempeng.
Malam ku tak pernah tidur nyenyak, karena bayi kucingku selalu menangis tak mau ditinggal di dalam kandang, terus menangis. Rewel sekali.
Tak sengaja aku menaruh daster bekas pakai menjadi alas di kandangnya, seketika diam, barulah ia tertidur pulas. Mungkin ia merasa aku berada di dekatnya, ada bau Mama.
Neko Hameri, kucing ngempengku
Neko kecil, nampak kemandiriannya, ia mulai mengedot dengan boneka Igyore. Sellu berlari dengan riang, wush...wushhh, semua benda ditabrak, sekali-kali di mulutnya masih mengemut empeng.Klik

Seragam yang sama, aku, Ica dan Neko
Idul Adha pertama dalam hidupku tak pulang ke kampung di Cikalahang, karena Neko Hameri masih terlalu kecil ditinggal.
Aah, kaulah, jantan kecilku, yang bisa menjadi alasan teramat manis untuk tak pulang lebaran haji.

Oktober 2015.
"Maaa, Neko kekenyangan habis ngedot" sms anakku saat aku jauh dari Neko

Pertama kutinggal berlibur, aku sudah tak kuatir lagi, karena Neko Hameri sudah akrab dengan keluarga barunya di Bogor. Ada Mama Lolitoti yang menjadi penganti indukmu, ada dua saudara jantan yang baik, Odi dan Coki Loli, ada Paman Meggie yang selalu ditiru, ada pula Paman Bonie yang selalu cemburu. 
Corak bulu yang sama dengan Paman Meggie yang baik
Bergelut sesama jantan
November 
Neko sudah besar, lincah. Masih suka ngedot dan ngempeng. Satu lagi, Neko suka menjatuhkan boneka mainannya dari keranjang hijau, Cookie Monster dan Ello boneka kain menjadi korban Neko. Neko Hameri mulai suka bersembunyi, bikin panik mencarinya. Klik

Desember 2015. Bulan ke 5 usiamu.Klik
Pandai meniru saudara sambungmu Sehat berlari...lucu sekali. 

Pagi itu, tanggal 17 Desember 2015, kau hanya diam tak biasa. Bersembunyi di kotak beralas bantal pink. 
Murung dalam gendonganku

Badannya hangat, lalu kugendong dengan kain panjang, ia menatapku terus... 

Baru aku sadar, Neko tak mau makan, muntah-muntah, berliur, ada pilek  dan lemas. 
Neko mulai bersembunyi di tempat gelap, dan terakhir kutemukan tidur di kamar mandi, lantai yang dingin. Segera kupindahkan ke kain kesukaannya, mukenah bekasku yang tak terpakai.

Aku mulai merasa curiga, apakah virus itukah? wabah mematikan bagai malaikat pencabut nyawa.
Beberapa Minggu ini, banyak ku dengar dari teman sesama pencinta kucing, ada wabah distemper pada kucing termasuk calici. Ini yang paling aku takutkan. 
Mukenah kesukaan Neko
Bersiap ke klinik Dokter hewan jalan veteran
infus yang siaga di tempat

Infus, setesebentar sekali.

Hanya 24 jam, kemudian aku menerima kenyataan pahit. mengapa? kau tinggal pergi. Segala upaya telah kulakukan, membawamu ke dokter hewan di sore hari. 
"Apa muntah kuning?" bertanyaan Dohe.
Aku mulai memberitahukan gejalanya.
"Sudah di vaksinasi?"
Belum, jawabanku sendiri, seakan menampar pipiku. Dengan santai dohe itu memberi infus, yang baru aku sadar, suntikannya tidak diganti, itupun sebentar. Neko diberi suntik anti mual. Dan aku berharap bisa sembuh, batinku hanya mencoba menghibur diri, karena kata Dohe hampir 90% kucing tak tertolong. Distemper dan calici virus pada kucing, hingga saat ini belum ada obatnya, hanya satu caranya, melakukan vaksinasi secara rutin.
Mendengar itu, lemaslah aku. 
Menatap kucingku yang hanya diam tanpa mengeong, begitu pasrah, aku tetap menyimpan semangat, harapan dan tetap berusaha, pergi ke dokter, memberi obat, aku harap ia bisa sembuh.

Ini salahku juga, belum memberi vaksin Tricat atau Felocell. Biayanya termasuk mahal sebesar Rp. 180.000,- Maafkan aku ya, Neko.

Empat jam berlalu.
Kemudian, detik-detik terakhir aku menemanimu, nafas yang mulai lambat, tubuh yang melemah. 

Kugendong, kubelai seakan tak mau menerima kenyataan, tiada lagi kucing kecil penganggu kucing besar di rumah. Tiada lagi. 

Calici, distemper memusnahkan senyummu.
Wabah yang disebabkan virus, jarang ada yang sanggup bertahan, khususnya kucing kecil.
Padahal, dipikir Neko jarang bermain di luar, kenapa ia yang kena? selalu saja itu menjadi pertanyaku, kenapa, apakah karena udara. Bulan Desmber, akhir tahun yang menakutkan bagi kucing, musim panca roba, dan wabah distemper.

"Sabar ya, En. Ini bagaikan seleksi alam, untuk mengurangi populasi kucing," hibur temanku, tetap saja, saya menangis sampai bengkak mata dan panas mukaku.
Harus bagaimana lagi,ujian dan musibah ini harus diterima.
Ini juga memberi hikmah, lebih baik mencegah dari mengobati, biayanya lebih mahal. Kucing harus vaksinasi Tricat untuk  memberikan anti bodi ketahan tubuh kucing menghadapi tiga penyakit mematikan. 

Neko Hameri. 
Pergi pada tanggal kau datang, tujuh belas: 
17 Agustus 2015 - 17 Desember 2015
Pergilah sayang, jika itu terbaik. Berlarilah riang bersama teman. Izinkan, aku tetap mengenangmu. 
Izin waktu untuk mengurai kesedihanku. 

Enam bulan telah berlalu, waktu yang lama agar aku baru sanggup menulis semua tentangmu. 
Kesedihan yang memang harus di ikhlas, mahluk yang berjiwa pasti akan mati, tapi tetapnya saja hatiku pilu, sekalipun untuk seekor kucing.

Biarlah dianggap lebay, hanya aku yang bisa merasakan semua ini, setiap pertemuan pasti ada perpisahan, itu yang tak sanggup kutanggung.

Masih lekat segala tingkah lakumu biarlah lekat di benak kenangan bersamamu.

Pergilah, sayang Berlari riang di taman surga tak ada rasa sakit. Tunggu Mama,ya agar bisa memelukmu dan membelaimu di surga kelak. 

Izinkan Ya Allah, suatu saat nanti dapat bertemu kembali dengannya.

kosong, penghuninya tlah berpulang selamnya

Paman Meggie yang merindu
Bogor, 1 Ramdan 1437 H.













8 comments:

  1. Surgalah tempat yang sangat pantas bagi malaikat kecil berbulu kita onty..neko hamari... oki, pussy, mila ku juga mungkin sedang bersenang" di surga sana...dimana tak ada yang berani menyakitinya karena mereka di sayangi oleh Baginda Rasulullah... Semoga kelak kita bertemu lagi dengannya �� Aamiin allahuma Aamiin ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, semoga kita akan bertemu kemnali kelak demahm mereka, memandang dengan riang

      Delete
  2. wah, saya juga pernah, Mba. kehilangan kucing. dia meninggal. saya ga tau kenapa, tapi sepertinya keracunan. dan itu saya tau ketika dia udah ga ada.
    dulu, waktu temen2 saya pada sedih kalo kucingnya meninggal, saya anggap mereka lebay. soalnya saya belum pernah mengalaminya. akhirnya, ketika saya yg mengalaminya, saya baru tau rasanya.
    sedih banget. apalagi kalo inget tempat2 di mana dia biasa tidur2an, bersih2, dsb.
    Kalo mau berkunjung ke tempat saya untuk baca, klik aja: https://close2mrtj.wordpress.com/2016/04/18/goodbye-dear-takeshi/

    itu cerita tentang dia, Mba. :)

    ReplyDelete
  3. Sedih bacanya. Sudah setahun lebih tiga hari Neko Hameri pergi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. apalagi saya, setiap membaca blog ini, saya meneteskan air mata, semoga suatu saat di alam akhirat saya bisa dipertemukan dengan Neko kembali

      Delete
  4. KISAH SEEKOR KUCING BETINA

    Hai, aku kucing betina yang lahir di Jakarta. Aku lahir ditanah kosong yang penuh pepohonan. Ada satu saudaraku yang juga dilahirkan bersamaku. Beberapa hari setelah lahir, tepatnya pada 21 Februari 2016, kami dibawa oleh induk ke teras sebuah rumah yang terletak didepan tanah kosong. Kami pindah karena sering hujan.

    Ketika kami sedang menikmati suasana diteras datang seorang perempuan berjalan menuju rumah yang terasnya kami tempati. Ia membuka pintu gerbang. Induk kami yang sedang tidur-tiduran dengan sigap mendongakkan kepala. Ia menatap tajam ke arah perempuan itu. Saat perempuan itu melangkah masuk menuju rumah tatapannya langsung mengarah ke kami. Spontan ia berkata “Eeeeh.... ada kucing”. Sejak saat itulah kami tinggal dirumah itu.

    Beberapa minggu kemudian saudaraku sakit. Ia tidak mau makan walaupun disuapi secara paksa. Ia juga tidak mau menelan air susu atau air putih sekalipun. Karena saudaraku tidak mau makan dan minum tubuhnya makin lunglai. Seluruh anggota keluarga panik. Ketika itu hari sudah mulai larut malam. Dari pembicaraan mereka aku dengar besok pagi-pagi sekali saudaraku akan dibawa ke dokter.

    14 Maret 2016 subuh saudaraku tidak lagi kuat menahan sakit. Aku dan induk ada disampingnya ketika ia meregang nyawa. Tidak berapa lama kemudian saudaraku mati. Aku dan induk sangat sedih atas kepergiannya.

    Matahari menampakkan sinarnya. Aktifitas anggota keluarga mulai terasa. Suasana menjadi gaduh ketika seluruh anggota keluarga mengetahui saudaraku mati. Mereka menangis. Saudaraku lalu dikubur dihalaman rumah depan teras. Sejak saat itu aku mulai mengerti arti teras, tempat yang mengingatkan kebersamaanku dengan saudaraku. Selamat jalan saudaraku.

    Waktu terus berlalu. Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Indukku hamil lagi. Aku senang bukan kepalang karena akan mendapat adik.

    Benar saja. Pada 28 juni 2016 induk melahirkan enam kucing. Wow, aku bersyukur mendapat adik begitu banyak. Tapi sayang tidak semua adik-adikku bisa bertahan hidup. Pada 23 Juli 2016 satu adikku mati karena sakit mendadak, disusul satu lagi mati pada 27 Juli 2016. Mereka dikubur dihalaman depan teras tidak jauh dari kubur saudaraku. Lagi-lagi teras itu mengingatkanku pada awal-awal aku tinggal dirumah ini.

    September 2016 aku hamil. Sebenarnya aku masih sangat muda untuk menjadi induk dari anak-anakku nanti. Tapi apa boleh buat. Itulah yang aku alami. Walapun aku berusaha untuk menjaga kehamilanku, namun aku masih senang bermain, berlari kian kemari dan berlompat-lompatan. Mungkin karena masih ada sifat kekanakan dalam diriku.

    Karena aku sering bergerak dan rahimku masih lemah, aku keguguran. Janin dalam kandunganku mati dan aku keracunan. Majikan yang merawatku membawaku ke dokter. Ditengah perjalanan menuju dokter aku menahan rasa sakit yang amat sangat. Akhirnya aku menyerah. Sebelum menghembuskan nafas terakhir aku sempat membayangkan menulis surat yang aku tujukan kepada majikanku dan keluarganya. Ini isi suratnya:

    Hai Bunda, Ayah, Kak Icha dan Mas Adi. Aku pamit ke surga, ya. Terima kasih sudah merawat aku. Aku titip indukku yang melahirkan aku, ya. Aku juga titip adik-adikku dan kucing lainnya. Semoga mereka panjang umur, sehat dan selalu dalam pelukan hangat Bunda, Ayah, Kak Icha dan Mas Adi.

    Aku ke surga tidak sendirian, tapi aku membawa anak-anakku. Aku senang “tidur” dihalaman depan teras bersama saudara-saudaraku yang sudah lebih dulu “pergi”.

    Sekarang dari halaman depan teras aku bisa “lihat” Bunda, Ayah, Kak Icha dan Mas Adi berangkat beraktifitas. Aku juga bisa “lihat” Bunda, Ayah, Kak Icha dan Mas Adi pulang dari bepergian.
    Sudah, ya. Aku mau tidur panjang. Dah, semuaaa..... Salam, Belo.

    Surat ini aku tulis pada 17 Oktober 2016, hari terakhir aku ada didunia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam sayang untuk Belo, bermain riang di taman surga bersama Neko, bermain tanpa rasa sakit lagi

      Delete