Inginku berhenti merangkai huruf
menghujam meluruh resah.
inginku berhenti menanti
melaruhkan kehampaan
hatiku yang terasa kosong
mengumpul embun di pucuk daun
pecah bulir tak terangkai
aku sendiri yang merajut
entah kau...
menghujam meluruh resah.
inginku berhenti menanti
melaruhkan kehampaan
hatiku yang terasa kosong
mengumpul embun di pucuk daun
pecah bulir tak terangkai
aku sendiri yang merajut
entah kau...
Detik ini, aku mulai menata.
seperti kau mau
aku tak lagi menyapa,
takkan pernah.
itu yang kau mau.
dan...jangan salahkan.
jika hatiku pecah
seperti kau mau
aku tak lagi menyapa,
takkan pernah.
itu yang kau mau.
dan...jangan salahkan.
jika hatiku pecah
Bulir embun di pucuk daun
indah dalam tarian mentari
aku hanya punya sedikit waktu
bagai pagi menuju siang
jika kau tak pernah pasti
maka, aku akan menghilang
bagai embun.
aku hanya punya sedikit waktu
bagai pagi menuju siang
jika kau tak pernah pasti
maka, aku akan menghilang
bagai embun.
Ah, inikah cinta.
anugrah dari sang Pencipta.
jika, kau tak memperjuangkan.
maka, ia akan berlalu
kesempatan hanya datang sekali.
kau akan menangis hingga mati.
kau, tak akan memiliki
kau...tetap sendiri.
Bagai embun.
datang sekejap kemudian hilang.
jika, kau tak memperjuangkan.
maka, ia akan berlalu
kesempatan hanya datang sekali.
kau akan menangis hingga mati.
kau, tak akan memiliki
kau...tetap sendiri.
Bagai embun.
datang sekejap kemudian hilang.
Bulir embun di pucuk daun.
ingin kuberhenti merangkai kata
menjadi puisi demi puisi
ingin kuberhenti...
namun, ku tak bisa.
entahlah
menjadi puisi demi puisi
ingin kuberhenti...
namun, ku tak bisa.
entahlah
Hidup memang dalam ketidak pastian, maka tetaplah dalam harapan
Berdoa..sampai batas waktu
akhir semua ini.
bulir embun di atas daun.
menanti...terus menanti.
menanti...terus menanti.
Kota hujan, Senin,11 Mei 2015
No comments:
Post a Comment