Saturday, March 14, 2015

I Wish I Can't Fly

I WISH I CAN'T FLY

Tidak biasa.
 Harusnya :I wish I can fly

Aku berharap, aku tidak dapat terbang...
Why?

Perempuan itu mengangkat bahunya.
Aku memang , berharap tidak dapat terbang. 

Cukuplah, di bumi ini aku berpijak.
Di sini, di dalam rumah dengan buah hatiku.
Aku sudah  lelah dan tak ingin terbang.
Aku sudah puas berkelana kemana saja, dari Pulau Bali sampai Eropa. 
Pada akhirnya, akupun kembali, menetap di kota Bandung.
Tak ingin kemana-mana lagi.


Perempuan cantik yang terlihat mempesona. 
Tak ada makeup di wajahnya. Rambut keriting kecil bagai singa. 
Serasi dengan bentuk wajah.
Dia, mewakili kecantikan wanita Sunda.
Kaki panjangnya berbalut jins ketat biru dengan sobek di bagian paha.

Berkemeja kotak dan lengan digulung sampai siku.
Dua kancing baju dibiarkan terbuka, terlihat dalam hitam nan seksi.
Sepati boot, tas ransel juntai menghias penampilannya. 

Semua begitu serasi dan cocok dengannya. 
Usia lewat empat puluh tahun, tak soal dalam fasion.
Kuanggap keren penampilannya.
Kawan baruku yang ramah. Ia malah balik memujiku, jilbab yang kupakai.
 

"Jangan salah loh, Mbak. Aku pernah pakai jilbab. Tapi...nurani saya melepasnya." 
Aku tersenyum, tak mau membahasnya. Itu pilihan hidupnya.
Aku setia mendengarkan ceritanya.

Perempuan pejuang  luar biasa.
Tangguh sendirian, menghidupi keempat anaknya.
Anak adalah harta tak ternilai. Aku hidup, kuat dan bertahan demi mereka.
Orang boleh menilai cara hidupku.
Tapi,  apakah mereka, ikut merasakan hidupku...

Tidak!
Mereka hanya melihat.

Menilai.
Tak taukah, siang malam aku bekerja.
Kaki jadi kepala, dan kepala jadi kaki.


Duniaku..jangan campuri.
Aku tak makan uangmu,tak menganggu.
Banting tulangini, hanya untuk anakku.
Aku bangga bisa mandiri seperti ini.
Jangan usik hidupku.

Dia, seorang penyanyi, kadang pemandu wisata untuk wisatawan asing. 
Lahir dalam lingkungan di kota Kembang, membuat pergaulanya kelas dunia, bahasa asingpun dikuasai...aku kagum dengannya.
Seorang ibu tunggal dari dua pernikahan. Semua perkawinannya kandas.
Tak pernah, ia bayangkan semua berakhir begini.

Hembusan asap rokok menerpa wajah.
Jari tengah dan telunjuk menjentikkan abu kemudian diputar batangnya.
Sloki bir Bintang diteguk habis.
Terdiam memandang remang diantara kami, lampu temaram makin menyergap.
entah, apa yang ada di benaknya?
Merenungi jalan hidup.
Inikah nasib.
Tak akan kusesali yang telah terjadi.
Biar, semua bagai air.
Akupun tak tau, mau dibawa kemana.
Lelah
tapi tak pantas mengeluh.

Perempuan tersenyum tipis.
Aku memandangnya di seberang meja.
Teman baru, cerita bagiku.
Aku mendengar dengan haru.
Hidup ini keras.
aku tau...
Dalam tarikan suaranya yang merdu memekik. Cheers, angkatnya.
Puh! asap mengepul.

Baru kurasa, begitu banyak nikmat syukur bagiku
Betapa aku di lingkungi keluarga yang hangat.
Anak yang dewasa dan mandiri,
Aku hanya menulis, menikmati hari tanpa tuntunan ekonomi. 
Bergaul dan pergi mengaji.

Dari temanku ini, banyak hikmah yang kuambil.
Aku selalu bersyukur dan menerima ujian dari Allah  dengan ikhlas. 
Untuk merasa bahagia. 
Cukuplah melihat masalah orang lain, lebih berat daripada masalah yang kita hadapi.
Saya bahagia, bisa mengenalnya. 
Perempuan dalam dunia yang berbeda.
Tapi kita tetap sama. 

Sebagai Perempuan, Sebagai ibu tunggal, apapun kita lakukan, demi anak tercinta.
Sebagai hamba Allah, ia pun selalu ingin meraih kebahagian di dunia dan akhirat.
"I need  God in every single moment of my life"
Barakallah.

Cikalahang, 14 Maret 2015

No comments:

Post a Comment