Thursday, December 12, 2013

TRADISI MEMUKUNG ANAK DALAM AYUNAN

       Saat  anakku berusia tujuh bulan dan baru bisa duduk. jika  rewel, susah tidur, sudah kebiasaan ibuku memukung anakku  di ayunan( bahasa Dayak, Tuyang)
sambil dilatunkan shalawat, anakku tertidur dalam buai. 


       Umumnya bayi suka kaget mendengar suara ribut, maka tidak  lekas terbangun.
Dengan posisi mendudukkan anak diayunan kemudian mengikatnya dengan selendang atau sarung (bahasa Banjar tapih ; bahasa Dayak bahalai : kain sarung wanita yang belum dijahit menyatu, sehingga berbentuk memanjang) anak  merasa nyaman seakan dipeluk ibunya dan anak akan tidur nyenyak dengan durasi yang lama.

Cara mengikat anak dalam bepukung/bapukung, tidak semudah yang dibayangkan, mengikat tapih/ bahalai, jangan terlalu kuat, salah-salah anak  bisa terjerat susah bernafas, pakailah naluri keibuan saat mengikatnya...

Manfaat bepukung, menurut orang tua dulu, selain tidur anak lebih lama dari tidur berayun biasa, dipukung dapat menguatkan tulang belakang, tulang punggung, dan menguatkan leher anak.
Buktinya, aku  dan saudara serta anakku sehat-sehat saja hingga kini

Boleh jujur?
Terus terang aku  pun tidak bisa memukung anakku, tradisi ini tidak sempat diturunkan ibuku...maklumlah aku lebih cenderung pada hal yang praktis, menidurkan anak di ranjang bayi, sekali-kali di  ayunan, tapi tidak di pukung.

Apakah kebiasan memukung anak ini akan tetap lestari.
Biarlah waktu yang menjawabnya
semoga bermanfaat.

Salam uluh Dayak Ngaju
tabe pahari samandiai.

***

Foto anak dari Esvandiary Dahlina.
Kalimantan Timur.



No comments:

Post a Comment