Mabit beralas tikar beratap langit |
Perjalanan Armina.
Mabit di Muzdalifah
Munajat kepada Allah, ampunkan segala dosa.
Tahun ini malang nian
sejak dari Mekah - Muzdalifah
kami tidak makan nasi, roti terus, lemas...
Jam 7 malam , kami diangkut dengan bus sistem teradudi.
Sungguh perjalanan yang melelahkan.
perlu kesabaran.
mabit mengambil batu
cuaca sangattt dingin tidak berkawan.
Tidur terhampar bumi dan langit,
ditambah bapak yang sedang tidak sehat
yang semua perbekalan diserahkan kepada kami
dari mengangkat barangnya dan sebagainya.
Tenaga sudah diambang limit
Seonggok semangat yang tersisa.
kekuatan niat menjadi kami kuat.
Menunggu bus, sabarrrr dari jam 01.00 dini hari sampai subuh jam 05.00
kami baru tiba di Mina. Mahtab 7.
berebutan kami mengambil nasi di tenda dapur.
Hah..lemesss ..habissss.
nasi oh nasi..
untung banyak yang berjualan di Mina
terpaksa aku beli masakan India berbentuk roti yg saosnya berasa jamu
memang nasi tiada duanya....
Armina benar benar tanpa nasi.
(puisiku dalam jurnal haji)
10 Dzulhijah 1427..Mabit di Muzdalifah.
_________________________________________________________
Mabit di Muzdalifah
Selepas wukuf setelah matahari tenggelam pada hari Arafah.
Rombongan bersiap menuju ke Muzdalifah untuk Mabit (berhenti sejenak/bermalam ).
berhaji memerlukan kesabaran dan keikhlasan
ibadah hajipun harus pula memeiiki kekuatan fisik dan pengetahuan
sejak dari Arafah menuju Muzdarifah..harus pula bersabar menunggu bus yang menjemput
berdesak desak dan lalu lintas yang sangat padat, kami memakai sistem teradudi.
Sebenarnya jarak Arafah _ Mina tidak sampai 10 km, namun terasa lama dengan kemacetan.tak jarang
ada beberapa teman yang berjalan kaki
Suasana yang mengharu biru mendengar takbir mengagungkan kebesaran ilahi
"Allahu Akbar, Allahu Akbar , Allahu Akbar. Laa ilaaha ilallahu Allahu Akbar.
Allahu Akbar wa lillahilhamd "
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha besar.
Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan segala puji hanya bagi allah ,
Takbir terus berkumandangm terus dan terus walau perut tanpa nasi.
Muzdalifah hanya sebuah masjid dengan pelataran luas bukan sebuah kota.
Mabit di Muzdalifah begitu hiruk pikuk, semua rombongan mencari tempat untuk beristirahat dan berdesak desak..tempat ini begitu terang benderang dan mudah memungut kerikil untuk jumroh. Tak perlu lagi memakai senter.
Bagimana tidak hiruk pikuk.. di Utara terdengar rombongan kehilangan jamaahnya.
Di Selatan atau dimana saja, pengeras suara mencari rombongan yang terpisah dan tersesat.
dan kami termasuk tahun haji pada puncak musim dingin si bulan Desember dan Januari
ada sebagian jamaah yang menyalakan api unggun untuk menghangatkan tubuh.
dari Tanah air aku sudah berbekal permen jahe yang hangat karena informasi cuaca dingin.
Cuaca dingin pada musim haji akan terjadi dari tahun 1997 sampai 2014 M
dan puncak dingin tertinggi pada musim haji kami tahun 2006 Masehi.
Lewat tengah malam, rombongan jamaah haji baru boleh bergerak dari Muzdalifah menuju mabit di Mina..
No comments:
Post a Comment