Pages

Tuesday, May 1, 2018

Asma Anakku Sembuh

Membaca cerita teman di Facebook, saat ini, balitanya dirawat karena asma. Aku pun pernah merasakan kegelisahan hati seorang ibu.
Ica anakku sekarang, bebas dari asma dan rajin promosi craft Mama
Teringat kejadian di masa lalu, saat anakku sakit seperti itu, Palangka Raya 1997. Rasa hati yang bercampur aduk.


Palangka Raya dikepung Asap


Sejak tahun 1994 setiap bulan Oktober di Palangka Raya selalu saja dikepung kabut asap akibat pembakaran hutan.

Sangking parahnya, rumah tetangga depan aja nggak kelihatan, tertutup kabut asap warnanya pun kuning orange.

Kalopun, ada matahari, nggak terlihat, baru sadar disaat seperti itu, sinar matahari sangat dirindukan.

Naik kendaraan, juga harus pelan, lampu panjang harus terus menyala. Untungnya jarang ada tabrakan. mungkin, pengendara sama-sama waspada. Asap tahun 1998 parah sekali. Belum ada handphone, apalagi android...jadi kejadian ini belum menjadi viral. Masyarakat nrimo, hanya berharap hujan segera turun, agar bencana polusi udara ini cepat berlalu.
.
.
.
Sepulang mengantar Ica, anakku dari TK Shalahudin,  bocah gemuk 5 tahun ini tetap lincah, berlari ke sana kemari mengajak mbak Su asisten rumah tangga bermain.
Selesai memakaikan daster ke anak, aku kembali ke kantor dengan tenang.
.
Jam 4 sore, kembali ke rumah di km 7 jalan Tjilik Riwut.
Baru di depan pintu, ica berlari merangkulku. 
"Maaaa, dengerin..." Ica menarik nafas agak susah, setiap dhembuskan, terdengar suara ngikkkkkkk.
"hebatkan maaa, nafas Ica bisa bunyi." matanya membundar, kembali menarik nafas, menghembuskan.
Sebagi orang awam, aku belum mengetahui tanda-tanda penyakit asma, lalu untuk meredakan kuoleskan minyak kayu putih di tenggorakan dan dadanya, siapa tau bisa sembuh.

Barulah jelang Isya, anakku kesulitan nafas, suara yang keluar /mengi semakin kuat
Aku berusaha meringankan kesulitan bernafas dengan mendudukkannya, menepuk punggungnya, tetap saja susah bernafas. Anaknya nggak menangis, wajah lucunya semakin sendu, kepala Ica pusing katanya. 
Takut ada apa-apa, dengan panik, kami bawa ke Rumah sakit Doris Sylvanus, Palangka Raya.
Masuk UGD,  langsung ditindak dengan memberikan nafas via oksigen. Tak lama, nafas Ica normal. Takut serangan asma kambuh, Ica di rawat saja.

Hasil pemeriksaan, Ica terkena asma.
Kata dokter, kalo sebelum usia 6 tahun, Ica sembuh dari asma, kemungkin besar, akan sembuh total (aku lupa nama dokternya, karena kejadian sudah lama)
Apa asma bisa disembuhkan, itu batinku.
Dari dokter, aku mengetahui, bahwa Asma disebabkan karena saluran pernafasan yang menyempit.
Terbayang, bagaimana nanti Ica besar, cantik-cantik asma, pasti menganggu aktifitasnya.
Anak tunggalku harus sembuh...sehat.

Dua hari dirawat, Ica hanya perlu oksigen. Malah nggak mau makan-makanan rumah sakit.
Merengek minta dibeliin nasi padang.
Husin, perawat yang juga madih sepupu, membuka selang oksigen, Ica sudah bisa bernafas tanpa bantuan. Alhamdulillah, sore nanti kami bisa pulang...

Banyaknya kawan yang berkunjung membezuk,  berbagai buah-buah diberi sebagai buah tangan.
Lagi-lagi si gendut merenggek minta anggur. Aku pikir buah ini, yaa aku biarkan dia memakan buah kesukaan itu.
.
beberapa menit kemudian.
Asma Ica kumat lagi,  panik setengah mati, dokter kebetulan nggak ada. Hanya ada Husin.
"Pian mambari anggur kaah?"
.
aku hanya mengangguk, sambil melihat Husin memasangkan kembali selang nafas di hidung anakku, jujur, saat itu aku masih awam, masang selang oksigen saja nggak paham.
Baru tau hari itu juga, anggur bergetah, buah-buah bergetah  bisa memicu asma.

Ica kembali normal, namun pulang ke rumah batal ditambah sehari.
Sebelum pulang, dokter memperkirakan faktor pencetus asma dadakan ini adalah ASAP.
"Kalo ibu,ingin anak ibu sehat, carilah kota yang bersih dan bebas asap."
Kalimat dokter di bulan Oktober 1997 itu tergiang terus sepanjang hari.
.
.
.
Menuruti saran beberapa teman, asma bisa sembuh dengan berolah raga renang. Kebetulan di km 4 jalan Tjilik Riwut, baru dibangun kolam renang dekat dengan perumahan Intan Kurung tempat kami tinggal. Sembari berusaha, Ica belajar berenang dengan bapaknya.


Hijrah

Bogor. 

Pilihan kota untuk berhijrah, demi anak tercinta...demi kesembuhan dari asma,dan menghindari faktor pemicu, kabut asap.

Sehabis Natal, 26 Desember 1998.

Berdua Ica saya hijrah ke Bogor.

Kebetulan adanya era reformasi, beberapa non putra daerah, bisa mutasi ke daerah masing-masing. Bapak Ica memilih pindah ke Jakarta, sembali mengurus proses mutasi. Kami lebih dulu berangkat.

Kepindahan kami ke Bogor juga bikin heboh tetangga.
Nggak bilang-bilang, langsung terbang.
Memang, semua kami rahasiakan. Sebab tetangga sebelah rumah, berita pindah ke Jakarta sudah menyebar, malah proses pindahnya ditolak. Daripada maluu begitu, kami diam-diam saja. Deal, pindah.

Bogor tahun 1998, kota ini masih berhawa sejuk, tidak seperti saat ini 2018. 
Kota yang tepat untuk anakku.
Kami berusaha menyembuhlan dengan konsultasi dokter internis, dokter anak dan terus berenang. Ica tidak sampai memakain inhaler, cuman di rumah saya selalu menyediakan oksigen.

Hal yang kami syukurin selama proses kesembuhan anak, adalah: Asma Ica tidak pernah kumat lagi, asma yang diderita tergolong ringan. 

Ica di usia 6 tahun
Saat yang dinanti, lilin kue Ulang tahun ke 6 ditiup dengan gembira, bocah gendut itu dinyatakan bebas asma. Riang bersepeda, otoped, main lompat tali dan berenang, nggak pernah ada lagi serangan asma.

Untuk sementara, kami bisa lega, bayangan buruk itupun sirna, walau aku tak tau apa yang terjadi di kemudian hari.



Benarkan, Ica bisa sembuh?
Terbukti....
Sejak lewat usia 6 tahun hingga kini, 26 tahun semenjak kami pindah ke Bogor.
Alhamdulillah, sembuh total.
Ica bahkan semasa remaja menjadi juara olahraga taekwondo se-Jagodetabek, kuliah menjadi tim Hoki di kampusnya, Ica bisa beraktifasan tanpa kendala sesak nafas.

Ternyata: menghindari faktor pemicu kunci keberhasilan penyembuhan asma.
Anak tersayang, belahan hati Mama
Kini, anakku menjadi gadis dewasa yang mentas. Aku selalu mendoakan yang terbaik baginya. Apalah harta, semua bisa dibeli kecuali sehat.
Dengan kesembuhannya dari asma, kegelisahanku pun sirna, bahagia yang tak bisa terbeli.
Semoga ceritaku ini menjadi inspirasi bagi ibu-ibu yang memiliki anak balita yang terkena asma.

Tetap berusaha, dan yakin, sakit itu ada obatnya


salam

Mama Een







No comments:

Post a Comment