Pages

Thursday, November 27, 2014

JANGAN PANGGIL AKU " BANCI "


"Draggueen! eike gagal lagihhh"
"Lha! semua serba tanggung," sahut Umai melihat penampilam anaknya.
Serba enggak jelas, susahlah jika jiwa terperangkap di antara wanita dan pria.
Wansintus namanya jika di siang hari, saat malam pun tiba ia menjadi Wati Maniz.
Hampir seminggu Wansintus, eh! Wati sakit dan hanya di tempat tidur.
Saat sehat, ia bercermin dan terkekek menertawai diri sendiri.
"Hihihi... Eeehhhh, kenape eike gini, Chinnn" batinnya.
Kumis dan janggut tumbuh enggak sempat dicukur, kemana larinya kecantikan Wati....#resiko kalo banci sakit, boro-boro dandan, bangun aja enggak bisa.
Merana memang..Sering itu terpikir oleh Wati.
Mengapa aku jadi banci? Apa salahku?
Orang bilang aku banci, bencong, waria, wadam, draqquen, shemale.
Apapun sebutannya... Benciiiiiii, deh! eike.


Apa salah Bunda mengandung?
Aku hanya ingin dihargai sebagai manusia...apa adanya.
Ini cerita sesungguhnya tentang Wati banci, seorang capster  di salon.
Banci yang serba tangung kusebut, sebab  belum seratus persen wanita.
Untuk menumbuhkan payudaranya, cara yang mudah dan murah, Wati meminum pil KB.
Wati tampak seperti wanita karena berperawakan ceking dan selalu menggunakan sepatu high-hels 7 cm. sepatu dipesan khusus, maklumlah kaki lelaki ukuran 43 cm.

Pagi itu aku harus menghadiri acara kantor dengan busana Nasional.
Watilah yang memakaikan sanggul serta kain panjang.
Aku  tidak canggung dengannya
"Kitakan samaaa ya, Mbak"..# heeh, deh! sama perempuan.
Sembari mendandaniku, Wati bercerita, mengapa ia jadi begini?

Banyak faktor penyebab seseorang menjadi waria atau banci
Salah satunya faktor biologis.Wati mengaku sejak kecil ia lebih cenderung bersifat feminim, Wati juga mengakui semua saudaranya laki-laki, tanpa disadari umai, ia mendukung sifat gemulai Wati. Jadilah Wati sering di dapur membantu dan menemati  Umai di banding main bola di lapangan.
Faktor sosial dan lingkungan, sangat pula berpengaruh. Semakin dewasa Wati semakin mantap menjadi banci baik prilaku maupun orientasi sexsual, semenjak bergabung dalam komunitas sesama banci.

Malam Minggu Wati berdandan rapi.
Baju mini kaos kentat menempel dibadannya yang ramping.
Sepatu berhak tinggi, ia sangat tergesa saat memotong rambutku.
Maklumlah! pacar tlah menunggu, yang ternyataaa...Alahmak! Pria tulen.
Wati mendekap mesra sang kekasih
Wati, oh! Wati....banci.
eitttttttt ...jangan panggil aku 'banci'.

**
Mengenang, temanku Wati.
Kudengar kini tlah tiada karena sakit.
Selamat jalan teman ke duniamu yang baru.

***



No comments:

Post a Comment