Pages

Monday, June 15, 2015

HUJAN RINDU

"Neng, hari ini aku merasa lelah. Badanku sakit semua...Udaranya ekstrim. Pagi dingin, siangnya terlalu panas. Sore cerah. Berubah-ubah."
Yun membaca pesan di malam itu. Hatinya pilu, tiada bintang di langit menambah suram.

"Saredih, nggak ada yang mijet."
Pesan beruntun masuk.
"Akang sakit? sudah minum obat?" tanya Yun, terbayang lelaki itu meringkuk sendiri, nun jauh di belahan barat dunia.
"Nanti sembuh sendiri, sigana kudu ke Indonesia." keluh Mul.
"Sabar, atuh. Kumaha deui?" rayu Yun.

"Heudeuhhhh...judul laguna, aku terpuruk di sini..."
Lalu, Yun dan Mul tertawa bersama.
Hilang semua rasa  sakit dengan mencurahkan perasaan, walau hanya lewat pesan. Hanya itu yang bisa di lakukan...Benua yang berbeda.

"Kang, urang sakit," bilang Yun.
"Hah!!! sakit noan, Neng?"
"Sakit rindu" jawab Yun sambil tersenyum.
"Ahhhh, kamu mah siga ABG"
"Cepat pulang....Lila teuing di dinya,"
"Kumaha deui atuh...gawe."
"Judul laguna, terpuruk aku di sini," balas Yun yang sama dengan Mul.

Mul, lelaki itu semakin gemes.
Seketika sakit badannya sirna. walau hanya berkata lewat pesan. Semua begitu indah. Sore di Swiss,  malam di Indonesia. tak menjadi masalah.

Yun dan Mul, jarak mereka yang begitu jauh, namun hati mereka begitu dekat.

"Hujan nggak disana?" tanya Mul sambil bersiap berangkat kerja.
"Nggakk, Kang"
"Di sini hujan"
"Loh, katanya udara cerah. Kok tiba-tiba hujan?" Yun merasa heran.
"Hujan rindu"
Yun tersenyum membaca pesan itu.
"Neng...berangkat dulu ya, aku sudah sehat. Nih! kukirim, lagu hujan rindu.
Tau nggak penyanyinya?"
"Nggakkk," tiba-tiba pesan masuk, lagu Hujan rindu, penyanyi Hari Mukti.

Selalu ada cara dibuatnya untuk Yun. Lelaki yang tak romantis, kadang sedikit aneh.
"Pria aneh yang ngangenin."

Kembali Yun tersenyum.
Benar, di sini sedang hujan.Derasss.
beribu hujaman di kalbu.
Hujan rindu.

Yun menghapus bening air matanya.
Kutetap merindu, dan menunggu.
Sampai kau kembali

Cikalahang, 14  Juni 2015.